Tuesday, March 11, 2014

Pusuk Buhit (awal Suku Batak)


Si Serba 7 
Pusuk b u h i t adalah sebuah gunung tinggi sisa dari letusan Gunung Toba Purba yang maha dahsyat. Letusan gunung ini tercatat sebagai yang paling besar sepanjang sejarah dunia. Tercatat sedikitnya 4 kali Gunung Toba Purba meletus untuk kapasitas yang cukup besar. Masing-masing terjadi pada 8 00.000, 3 00.000, 7 5.000 dan 4 5.000 tahun lalu. Tiap kali ia meletus, memunculkan kaldera-kaldera baru. Letusan pertama menciptakan kaldera di wilayah selatan yakni Kaldera Porsea-Balige. Letusan kedua
melahirkan kaldera di utara, yakni Kaldera Haranggaol. Letusan ketiga menimbulkan Kaldera Sibandang dengan Pulau Samosir. Letusan terakhir memunculkan Kaldera Bakkara dengan Pulau Simamora sebagai lubang magmanya.
Pusuk Buhit berada di Kecamatan Sianjur Mula-mula. Bagi masyarakat Batak, khususnya Toba, gunung setinggi 1.800 mdpl ini, sangat disakralkan, karena dianggap sebagai muasal nenek moyang orang Batak ribuan tahun silam.

Menurut foklor, di gunung inilah pertama kali, Deak Parujar, yang menurut keyakinan tradisi merupakan dewi penciptaan orang Batak, memulai menciptakan kehidupan. Ia pun menurunkan generasi selanjutnya yakni Si Raja Batak. Si Raja Batak inilah yang kemudian dianggap generasi awal dimulainya peradaban modern masyarakat Batak.

Si Raja Batak mulanya membuka kampung di Sigulatti, punggung Pusuk B u hit. Situs perkampungannya itu masih bisa dilihat sampai sekarang yakni, berupa rumah adat Batak yang konon dibangun oleh pemerintah atas prakarsa masyarakat dan lembaga adat-budaya.

Selanjutnya Si Raja Batak membuka perkampungan baru, tepat di kaki Gunung Pusuk B u h it. Kampung itu disebut Sianjur Mula-mula, yang kini telah berkembang menjadi kecamatan.

Sebagaimana perannya dalam kebudayaan masyarakat lokal, banyak cerita menarik yang ada di Pusuk B uhit. Sampai saat ini, kisah-kisah itu terpelihara dengan baik dan sebagian besar di antaranya bahkan masih disakralkan. Berikut uraiannya.

7 Lapis Bukit 7 Jam Perjalanan
Untuk sampai ke puncak Pusuk B u h it, khususnya jika melalui jalur dari desa Limbong, kita akan melewati 7 bukit.

Pusuk B uh it memang terdiri atas berlapis-lapis bukit. Melewati bukit satu persatu, adakalanya semakin menjauhkan kita dari puncak yang sebenarnya. Hal ini disebabkan luasnya diameter gunung ini, serta rute pendakian yang melingkar, sehingga di satu titik kita menjauh dari puncak.

Seringkali para pendaki putus asa karena merasa telah mencapai puncak. Padahal puncak yang sebenarnya justru masih sangat jauh. Tidak heran, jika banyak pula kelompok pendaki yang tersesat baik dikarenakan kabut yang turun mendadak maupun keletihan. Para pendaki amatir, biasanya menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam untuk sampai ke puncak.

7 Rupa Raja Uti
Dalam kosmologi Batak (Toba) Raja Uti, yakni cucu dari Si Raja Batak, mendapat tempat terpenting dalam spiritual orang Batak. Ia merupakan pengantara manusia dengan Mulajadi Nabolon (Sang Pencipta). Raja Uti dianggap sebagai peletak dasar hukum dan aturan masyarakat Batak. Ia dikenal sakti dan hidup abadi. Raja Uti menjadi pusat spiritual bagi masyarakat Batak. Konon Sisangamangaraja I-XII memperoleh kesaktian itu dari beliau.

Tidak heran jika masyarakat Batak menaruh hormat pada tokoh ini. Secara lengkap, arketip Raja Uti beserta orangtua dan saudara-saudaranya ada di kaki Gunung Pusuk Buhit. Sangkin dihormatinya, Raja Uti pun memiliki 7 rupa dan penyebutan, yakni; Ompu Raja Uti, Ompu Raja Pusuk Buhit, Ompu Raja Gumelleng-gelleng, Ompu Raja Biak-biak, Ompu Raja Parhata, Ompu Raja Hasaktian dan Ompu Raja Hatorusan. Masing-masing rupa dan penyebutan itu didasarkan atas fungsi dan ketokohannya di dalam spirtualitas masyarakat Batak.

Air Pancur 7 Rasa 7 Nama
Desa Aek Sipitu Dai, Limbong, yang berada di kaki Pusuk B uh it menjadi begitu terkenal karena di sini terdapat sumber mata air yang cukup unik. Mata air berupa 7 pancuran ini, berasal dari resapan air di kaki Pusuk Bu hit yang tersaring oleh sebatang Hariara (beringin).

Meski bersumber dari satu mata air, namun ia memiliki 7 rasa, yang keluar dengan deras dari 7 pancuran itu. Ke-7 rasa itu yakni, masam, pekat, asin, tawar, kelat, kesat, pahit. Tidak hanya rasanya saja. Masing-masing pancur juga memiliki nama yang mempunyai pengertian tertentu. Ke- 7 nama itu ialah; Pansuran ni dakdanak yaitu tempat mandi bayi yang masih belum ada giginya. Pancuran ni sibaso yaitu tempat mandi para ibu yang telah tua, yaitu yang tidak melahirkan lagi. Pansuran ni ina-ina yaitu tempat mandi para ibu yang masih dapat melahirkan. Pansur ni namarbaju yaitu tempat mandi gadis-gadis. Pansur ni pangulu yaitu tempat mandi para raja-raja. Pansur ni doli yaitu tempat mandi para lelaki. Pansur Hela yaitu tempat mandi para menantu laki-laki yaitu semua marga yang mengawini putri marga Limbong.

7 Batu Sakral
Di Pusuk Bu hit juga setidaknya terdapat 7 batu yang disakralkan. Pensakralan itu sebenarnya bukan terletak pada batu-batu itu, namun kisah yang ada di baliknya. Ke-7 batu tersebut, masih berkaitan dengan kisah-kisah Raja Uti, yang teramat disakralkan itu.

Ketujuh batu itu antara lain;
Batu Cawan.
Batu ini berbentuk cawan yang diameternya kira-kira 4 meter. Batu ini berada di salah satu sisi Pusuk B u h it. Batu ini berisi air yang tercurah dari atasnya. Bentuknya mirip telaga. Uniknya rasa air di batu itu, sangat masam, seperti perasan jeruk purut. Permukaannya air pun berminyak dan berwarna kuning kehijauan. Konon batu cawan adalah tempat mandi Raja Uti. Batu ini termasuk yang paling disakralkan di antaranya situs batu lainnya di Pusuk B u h i t.

Batu Losung
Batu ini diciptakan oleh Raja Tatea Bulan, bapak Raja Uti. Batu Losung adalah tempat menumbuk padi yang sehari-harinya dikerjakan oleh Boru Sipasu Bolon, istri Oppung Raja Tatea Bulan, untuk makanan Raja Uti.

Batu Sondi.
Disebut juga Liang Raja Uti. Di sinilah tempat Raja Uti menatap karena tubuhnya tidak memiliki kaki, dan tangan. Konon sewaktu Raja Uti lahir, bentuknya sekedar gumpalan daging. Tetapi kemudian disempurnakan berkat doa dan meditasi yang ia lakukan selama bertahun-tahun.

Batu Lobang di Tala-tala
Adalah sebuah batu berlubang yang merupakan tempat Si Raja Uti menghabiskan sebagian waktunya untuk berdoa memohon kesempurnaan dari Sang Pencipta. Batu itu terletak di salah satu sudut di kawasan Tala-tala. Tala-tala sendiri adalah sebuah tempat terbuka, kira-kira 600 meter sebelum puncak. Sebuah areal luas, yang ditumbuhi perdu-perduan. Dulunya tempat ini tergenang oleh air, sehingga menyerupai danau. Ada juga menyebut Tala-tala merupakan salah satu kawah tertua sisa letusan Gunung Pusuk Buhit (Gunung Toba Purba). Tekstur tanahnya longgar sehingga ambruk. Sering terdengar ada pendaki maupun ternak yang hilang di situ, mungkin karena terjerumus ke dalam tanah.

Batu Partonggoan
Tempat khusus meditasi Raja Uti dan berdoa kepada Mulajadi Nabolon (Pencipta). Tempat ini sangat dihormati oleh masyarakat Batak, sehingga jarang sekali dikunjungi.

Batu Hobon
Adalah sebuah batu lubang yang tertutup, berbentuk peti. Lokasinya berada di kaki Pusuk Buhit. Konon di batu inilah pusaka-pusaka Si Raja Batak berada. Pusaka ini tidak diturunkan kepada anak-anaknya, karena adanya perselisihan di antara mereka.

Beberapa tahun terakhir, komunitas marga tertentu rutin menggelar pesta budaya-spiritual di tempat ini. Tujuannya agar batu ini terbuka. Diyakini, batu ini akan terbuka jika seluruh masyarakat Batak yang mewakili marga-marga dari seluruh dunia berkumpul dan menggelar pesta di batu ini, selama 7 kali berturut-turut, setidaknya setiap tahunnya.

Batu Parhusipan
Adalah sepasang batu kembar di dekat Batu Hobon. Konon sepasang batu ini memiliki kisah yang menyakut cerita Si Boru Pareme, adik perempuan yang paling dikasihi Raja Uti.

Alkisah di tempat ini, Si Boru Pareme terlibat kasih dengan saudaranya Saribu Raja. Tetapi versi lain menyebut, kedekatan keduanya lebih secara psikologis, karena mereka kembar.

Horas Batak..... :)

No comments: